1. Carilah karakteristik pengembangan organisasi
Karakteristik organisasi adalah
perilaku dan tingkah laku suatu badan/institusi terhadap kondisi yang ada
diluar institusi itu maupun didalam institusi itu sendiri, artinya dalam dunia
bisnisnya selalu fokus kepada pelanggannya yang bukan hanya dari luar
perusahaan itu tapi juga orang-orang di dalam perusahaan yang merupakan aset
perusahaan itu sendiri. (Maksudnya Masih jarang sebuah institusi itu menganggap
karyawannya berpotensi untuk jadi aset dan akhirnya kurang mendapat perhatian
dari perusahan itu sendiri), jadi semua mengarah kepada mutu yg ditentukan oleh
2 hal seperti yg tertulis sebelumnya.
Karakteristik Organisasi yang efektif adalah :
– Concern terhadap SDM dan memperlakukan SDM sebagai
Aset yang berharga
– Program Training dan Pengembangan terbuka seluas-luasnya
– Program kompensasi terlaksana dengan baik
– Tingkat perputaran SDM rendah
– Top manajemen mempunyai komitmen dan mendukung terhadap perkembangan
SDM
– Semua Team turut berpartisipasi dalam membuat kebijakan organisasi
Secara umum karakteristik pengembangan organisasi
:
1) Keputusan yang penuh pertimbangan maksudnya adalah suatu hasil yang
diperoleh berdasarkan strategi yang telah direncanakan dalam rangka mewujudkan
perubahan organisasional yang memiliki sasaran jelas berdasarkan diagnosa yang
tepat tentang permasalahan yang dihadapi oleh organisasi.
2) Diterapkan pada semua sub-sistem manusia baik individu, kelompok, dan
organisasi maksudnya adalah menerapkan cara-cara baru yang diperlukan untuk
meningkatkan kinerja seluruh organisasi dan semua satuan kerja dalam
organisasi.
3) Menerima intervensi baik dari luar maupun dalam organisasi yang mempunyai
kedudukan di luar mekanisme organisasi maksudnya adalah menerima segala bentuk
campur tangan misalnya dalam bentuk pendapat, baik dari anggota yang termasuk
dalam sebuah organisasi atau berbagai pihak dari luar organisasi.
4) Kolaborasi maksudnya adalah kerjasama antara berbagai pihak yang akan
terkena dampak perubahan yang akan terjadi.
5) Teori sebagai alat analisis maksudnya adalah menggunakan pengertian yang
disebutkan secara tertulis lalu diterapkan sebagai alat analisis untuk
mendapatkan suatu hasil yang memuaskan dari suatu pengembangan
organisasi.
6) Mengutamakan potensi manusia maksudnya adalah mengandung nilai humanistik
dimana pengembangan potensi manusia menjadi bagian terpenting.
7) Interaksi dan Interpendensi maksudnya adalah menggunakan pendekatan komitmen
sehingga selalu memperhitungkan pentingnya interaksi, interaksi dan
interdependensi antara berbagai satuan kerja sebagai bagian integral di suasana
yang utuh.
8) Pendekatan Ilmiah maksudnya adalah menggunakan pendekatan ilmiah dalam upaya
meningkatkan efektivitas organisasi.
2. Uraikan proses perubahan dan
perkembangan organisasi
Perubahan Organisasi merupakan modifikasi substantif
pada beberapa bagian organisasi. Perubahan itu dapat melibatkan hampir semua
aspek dari organisasi, seperti jadwal pekerjaan, dasar untuk
departementalisasi, rentang manajemen, mesin-mesin, rancangan organisasi, dan
sebagainya.
Dorongan untuk Berubah
Alasan mendasar organisasi memerlukan perubahan adalah
karena sesuatu yang relevan bagi organisasi telah berubah, atau akan berubah.
Oleh sebab itu, organisasi tidak punya pilihan lain kecuali berubah juga.
Perubahan ini terjadi karena adanya dorongan untuk berubah, yang berasal dari :
Dorongan Eksternal : dorongan eksternal yang mendorong
organisasi untuk mengadakan perubahan berasal dari lingkungan umum organisasi.
Adanya aturan baru dalam produksi dan persaingan, politik, hukum baru,
keputusan pengadilan, dan sebagainya akan mempengaruhi organisasi. Disamping
itu, berbagai dimensi seperti teknologi, ekonomi dan sosiokultural juga
mempengaruhi organisasi untuk melakukan perubahan.
Dorongan Internal : pada dasarnya dorongan internal
berasal dari dalam organisasi itu sendiri. Adanya revisi strategi organisasi
oleh manajemen puncak, akan menghasilkan perubahan organisasi. Dorongan
internal lainnya mungkin direfleksikan oleh dorongan eksternal. Misalnya, sikap
pekerja terhadap pekerjaannya akan bergeser, seiring bergesernya nilai
sosiokultural. Akibatnya mereka menuntut suatu perubahan dalam jam kerja, atau
perubahan kondisi kerja.
Dua Jenis Perubahan
Secara umum ada dua jenis perubahan dalam organisasi.
Perubahan
Terencana : perubahan terencana adalah perubahan yang
dirancang dan diimplementasikan secara berurutan dan tepat waktu sebagai
antisipasi dari peristiwa di masa mendatang.
Perubahan
Reaktif : perubahan reaktif adalah suatu respon bertahap
terhadap peristiwa ketika muncul.
Langkah-langkah komprehensif dalam proses perubahan :
1. Mengenali kebutuhan akan perubahan
2. Menetapkan tujuan perubahan
3. Mendiagnosis apa yang menyebabkan perlunya
dilakukan perubahan
4. Memilih teknik perubahan yang sesuai untuk mencapai
tujuan
5. Merencanakan implementasi untuk perubahan
6. Mengimplementasikan perencanaan perubahan
7. Mengevaluasi perubahan dan tindak lanjut
3. Uraikan
gaya – gaya kepemimpinan
1. Gaya Kepemimpinan Otokratis
Pemimpin
otokratis adalah seseorang yang memerintah dan menghendaki kepatuhan. Ia
memerintah berdasarkan kemampuannya untuk memberikan hadiah serta menjatuhkan
hukuman. Gaya kepemimpinan otokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain
agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan
cara segala kegiatan yang akan dilakukan semata-mata diputuskan oleh pimpinan.
Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan otokratis adalah
sebagai berikut:
• Wewenang
mutlak terpusat pada pemimpin
• Keputusan
selalu dibuat oleh pemimpin;
• Kebijakan
selalu dibuat oleh pemimpin;
• Komunikasi
berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan;
• Pengawasan
terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahannya dilakukan
secara ketat;
• Tidak ada
kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran pertimbangan atau pendapat;
• Lebih banyak
kritik dari pada pujian, menuntut prestasi dan kesetiaan sempurna dari bawahan
tanpa syarat, dan cenderung adanya paksaan, ancaman, dan hukuman.
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis adalah kemampuan
mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan
bersama antara pimpinan dan bawahan. Gaya ini kadang-kadang disebut juga gaya
kepemimpinan yang terpusat pada anak buah, kepemimpinan dengan kesederajatan,
kepemimpinan konsultatif atau partisipatif. Pemimpin kerkonsultasi dengan anak
buah untuk merumuskan tindakan keputusan bersama.
Adapun ciri-cirinya sebagai berikut:
a.Wewenang pemimpin tidak mutlak;
b.Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang
kepada bawahan;
c. Keputusan dan kebijakan dibuat bersama antara
pimpinan dan bawahan;
d.Komunikasi berlangsung secara timbal balik, baik
yang terjadi antara pimpinan dan bawahan maupun sesama bawahan;
e.Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan
atau kegiatan para bawahan dilakukan secara wajar;
f. Prakarsa dapat datang dari pimpinan maupun bawahan;
g. Banyak kesempatan bagi bawahan untuk menyampaikan
saran, pertimbangan atau pendapat; Tugas-tugas kepada bawahan diberikan dengan
lebih bersifat permintaan dari pada intruksi;
h.Pimpinan memperhatikan dalam bersikap dan bertindak,
adanya saling percaya, saling menghormati.
3.
Gaya Kepemimpinan Delegatif
Gaya Kepemimpinan delegatif dicirikan dengan jarangnya pemimpin memberikan
arahan, keputusan diserahkan kepada bawahan, dan diharapkan anggota organisasi
dapat menyelesaikan permasalahannya sendiri (MacGrefor, 2004). Gaya
Kepemimpinan adalah suatu ciri khas prilaku seorang pemimpin dalam menjalankan
tugasnya sebagai pemimpin. Dengan demikian maka gaya kepemimpinan seorang
pemimpin sangat dipengaruhi oleh karakter pribadinya. Kepemimpinan delegatif
adalah sebuah gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pimpinan kepada bawahannya
yang memiliki kemampuan, agar dapat menjalankan kegiatannya yang untuk
sementara waktu tidak dapat dilakukan oleh pimpinan dengan berbagai sebab. Gaya
kepemimpinan delegatif sangat cocok dilakukan jika staf yang dimiliki memiliki
kemampuan dan motivasi yang tinggi. dengan demikian pimpinan tidak terlalu
banyak memberikan instruksi kepada bawahannya, bahkan pemimpin lebih banyak
memberikan dukungan kepada bawahannya.
4. Gaya Kepemimpinan Birokratis
Gaya ini dapat
dilukiskan dengan kalimat “memimpin berdasarkan peraturan”. Perilaku pemimpin
ditandai dengan keketatan pelaksanaan prosedur yang berlaku bagi pemipin dan
anak buahnya. Pemimpin yang birokratis pada umumnya membuat keputusan-keputusan
berdasarkan aturan yang ada secara kaku tanpa adanya fleksibilitas. Semua
kegiatan hampir terpusat pada pimpinan dan sedikit saja kebebasan orang lain
untuk berkreasi dan bertindak, itupun tidak boleh lepas dari ketentuan yang
ada.
Adapun karakteristik
dari gaya kepemimpinan birokratis adalah sebagai berikut:
a.Pimpinan menentukan
semua keputusan yang bertalian dengan seluruh pekerjaan dan memerintahkan semua
bawahan untuk melaksanakannya;
b. Pemimpin menentukan
semua standar bagaimana bawahan melakukan tugas;
c.Adanya sanksi yang
jelas jika seorang bawahan tidak menjalankan tugas sesuai dengan standar
kinerja yang telah ditentukan.
5. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire
Gaya ini mendorong kemampuan anggota untuk mengambil
inisiatif. Kurang interaksi dan kontrol yang dilakukan oleh pemimpin, sehingga
gaya ini hanya bias berjalan apabila bawahan memperlihatkan tingkat kompetensi
dan keyakinan akan mengejar tujuan dan sasaran cukup tinggi. Dalam gaya
kepemimpinan ini, pemimpin sedikit sekali menggunakan kekuasaannya atau sama
sekali membiarkan anak buahnya untuk berbuat sesuka hatinya.
Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan Laissez Faire
adalah sebagai berikut:
• Bawahan diberikan kelonggaran atau fleksibel dalam
melaksanakan tugas-tugas, tetapi dengan hati-hati diberi batasan serta berbagai
produser;
• Bawahan yang telah berhasil menyelesaikan
tugas-tugasnya diberikan hadiah atau penghargaan, di samping adanya
sanksi-sanksi bagi mereka yang kurang berhasil, sebagai dorongan;
• Hubungan antara atasan dan bawahan dalam suasana
yang baik secara umum manajer bertindak cukup baik;
• Manajer menyampaikan berbagai peraturan yang
berkaitan dengan tugas-tugas atau perintah, dan sebaliknya para bawahan
diberikan kebebasan untuk memberikan pendapatannya.
6. Gaya Kepemimpinan
Otoriter / Authoritarian
Adalah gaya pemimpin
yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya
sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh
si pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan
tugas yang telah diberikan.
Tipe kepemimpinan yang
otoriter biasanya berorientasi kepada tugas. Artinya dengan tugas yang
diberikan oleh suatu lembaga atau suatu organisasi, maka kebijaksanaan dari
lembaganya ini akan diproyeksikan dalam bagaimana ia memerintah kepada bawahannya
agar kebijaksanaan tersebut dapat tercapai dengan baik. Di sini bawahan
hanyalah suatu mesin yang dapat digerakkan sesuai dengan kehendaknya sendiri,
inisiatif yang datang dari bawahan sama sekali tak pernah diperhatikan.
7. Gaya Kepemimpinan Demokratis / Democratic
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang
memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan
selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya
kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas
serta tanggung jawab para bawahannya.
Tipe kepemimpinan demokratis merupakan tipe
kepemimpinan yang mengacu pada hubungan. Di sini seorang pemimpin selalu
mengadakan hubungan dengan yang dipimpinnya. Segala kebijaksanaan pemimpin akan
merupakan hasil musyawarah atau akan merupakan kumpulan ide yang konstruktif.
Pemimpin sering turun ke bawah guna mendapatkan informasi yang juga akan
berguna untuk membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan selanjutnya.
8.
Gaya Kepemimpinan Karismatis
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang
memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan
selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya
kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas
serta tanggung jawab para bawahannya.
Tipe kepemimpinan demokratis merupakan tipe
kepemimpinan yang mengacu pada hubungan. Di sini seorang pemimpin selalu mengadakan
hubungan dengan yang dipimpinnya. Segala kebijaksanaan pemimpin akan merupakan
hasil musyawarah atau akan merupakan kumpulan ide yang konstruktif. Pemimpin
sering turun ke bawah guna mendapatkan informasi yang juga akan berguna untuk
membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan selanjutnya.
9. Gaya Kepemimpinan
Diplomatis
Kelebihan gaya kepemimpinan diplomatis ini ada di
penempatan perspektifnya. Banyak orang seringkali melihat dari satu sisi, yaitu
sisi keuntungan dirinya. Sisanya, melihat dari sisi keuntungan lawannya. Hanya
pemimpin dengan kepribadian putih ini yang bisa melihat kedua sisi, dengan
jelas! Apa yang menguntungkan dirinya, dan juga menguntungkan lawannya.
Kesabaran dan kepasifan adalah kelemahan pemimpin
dengan gaya diplomatis ini. Umumnya, mereka sangat sabar dan sanggup menerima
tekanan. Namun kesabarannya ini bisa sangat keterlaluan. Mereka bisa menerima
perlakuan yang tidak menyengangkan tersebut, tetapi pengikut-pengikutnya tidak.
Dan seringkali hal inilah yang membuat para pengikutnya meninggalkan si
pemimpin.
10. Gaya Kepemimpinan
Otoriter
Tipe kepemimpinan yang otoriter biasanya berorientasi
kepada tugas. Artinya dengan tugas yang diberikan oleh suatu lembaga atau suatu
organisasi, maka kebijaksanaan dari lembaganya ini akan diproyeksikan dalam
bagaimana ia memerintah kepada bawahannya agar kebijaksanaan tersebut dapat
tercapai dengan baik. Di sini bawahan hanyalah suatu mesin yang dapat
digerakkan sesuai dengan kehendaknya sendiri, inisiatif yang datang dari
bawahan sama sekali tak pernah diperhatikan.
Kelebihan model kepemimpinan otoriter ini ada di
pencapaian prestasinya. Tidak ada satupun tembok yang mampu menghalangi langkah
pemimpin ini. Ketika dia memutuskan suatu tujuan, itu adalah harga mati, tidak
ada alasan, yang ada adalah hasil. Langkah – langkahnya penuh perhitungan dan
sistematis.Dingin dan sedikit kejam adalah kelemahan pemimpin dengan
kepribadian merah ini. Mereka sangat mementingkan tujuan sehingga tidak pernah
peduli dengan cara. Makan atau dimakan adalah prinsip hidupnya.
11. Gaya Kepemimpinan
Moralis
Kelebihan dari gaya kepemimpinan seperti ini adalah
umumnya Mereka hangat dan sopan kepada semua orang. Mereka memiliki empati yang
tinggi terhadap permasalahan para bawahannya, juga sabar, murah hati Segala
bentuk kebajikan ada dalam diri pemimpin ini. Orang – orang yang datang karena
kehangatannya terlepas dari segala kekurangannya. Kelemahan dari pemimpinan
seperti ini adalah emosinya. Rata orang seperti ini sangat tidak stabil, kadang
bisa tampak sedih dan mengerikan, kadang pula bisa sangat menyenangkan dan
bersahabat.
Jika saya menjadi pemimpin, Saya akan lebih memilih
gaya kepemimpinan demokratis.Karena melalui gaya kepemimpinan seperti ini
permasalahan dapat di selesaikan dengan kerjasama antara atasan dan
bawahan. Sehingga hubungan atasan dan bawahan bisa terjalin dengan baik.
12. Gaya Kepemimpinan
Administratif
Gaya kepemimpinan tipe ini terkesan
kurang inovatif dan telalu kaku pada aturan. Sikapnya konservatif serta
kelihatan sekali takut dalam mengambil resiko dan mereka cenderung
mencari aman. Model kepemimpinan seperti ini jika mengacu kepada analisis
perubahan yang telah kita bahas sebelumnya, hanya cocok pada
situasi Continuation, Routine change, serta Limited change.
13. Gaya Kepemimpinan Analitis (Analytical)
Dalam gaya kepemimpinan tipe ini, biasanya pembuatan
keputusan didasarkan pada proses analisis, terutama analisis logika pada
setiap informasi yang diperolehnya. Gaya ini berorientasi pada hasil dan
menekankan pada rencana-rencana rinci serta berdimensi jangka panjang.
Kepemimpinan model ini sangat mengutamakan logika dengan menggunakan
pendekatan-pendekatan yang masuk akal serta kuantitatif.
14.
Gaya Kemimpinan Asertif (Assertive)
Gaya kepemimpinan ini sifatnya lebih agresif dan
mempunyai perhatian yang sangat besar pada pengendalian personal dibandingkan
dengan gaya kepemimpinan lainnya. Pemimpin tipe asertif lebih terbuka dalam
konflik dan kritik. Pengambilan keputusan muncul dari proses argumentasi dengan
beberapa sudut pandang sehingga muncul kesimpulan yang memuaskan.
15.
Gaya Kepemimpinan Entrepreneur
Gaya kepemimpinan ini sangat menaruh perhatian kepada
kekuasaan dan hasil akhir serta kurang mengutamakan pada kebutuhan
akan kerjasama.
Gaya kepemimpinan model ini biasannya selalu mencari
pesaing dan menargetkan standar yang tinggi.
16.
Gaya Kepemimpinan Visioner
Kepemimpinan visioner, adalah pola kepemimpinan yang
ditujukan untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan
bersama-sama oleh para anggota perusahaan dengan cara memberi arahan dan makna
pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas. Kepemimpinan
Visioner memerlukan kompetensi tertentu.
Pemimipin visioner setidaknya harus memiliki empat
kompetensi kunci sebagaimana dikemukakan oleh Burt Nanus (1992), yaitu:
1.Seorang pemimpin visioner harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara
efektif dengan manajer dan karyawan lainnya dalam organisasi. Hal ini
membutuhkan pemimpin untuk menghasilkan “guidance, encouragement, and
motivation.”
2.Seorang pemimpin visioner harus memahami lingkungan
luar dan memiliki kemampuan bereaksi secara tepat atas segala ancaman dan
peluang. Ini termasuk, yang plaing penting, dapat "relate skillfully"
dengan orang-orang kunci di luar organisasi, namun memainkan peran penting
terhadap organisasi (investor, dan pelanggan).
3.Seorang pemimpin harus memegang peran penting dalam
membentuk dan mempengaruhi praktek organisasi, prosedur, produk dan jasa.
Seorang pemimpin dalam hal ini harus terlibat dalam organisasi untuk
menghasilkan dan mempertahankan kesempurnaan pelayanan, sejalan dengan
mempersiapkan dan memandu jalan organisasi ke masa depan (successfully achieved
vision).
4. Seorang pemimpin visioner harus memiliki atau
mengembangkan "ceruk" untuk mengantisipasi masa depan. Ceruk ini
merupakan ssebuah bentuk imajinatif, yang berdasarkan atas kemampuan data untuk
mengakses kebutuhan masa depan konsumen, teknologi, dan lain sebagainya. Ini
termasuk kemampuan untuk mengatur sumber daya organisasi guna memperiapkan diri
menghadapi kemunculan kebutuhan dan perubahan ini.
Dalam era turbulensi lingkungan seperti sekarang ini,
setiap pemimpin harus siap dan dituntut mampu untuk melakukan transformasi
terlepas pada gaya kepemimpinan apa yang mereka anut.
Pemimpin harus mampu mengelola perubahan, termasuk di dalamnya mengubah
budaya organiasi yang tidak lagi kondusif dan produktif. Pemimpin harus
mempunyai visi yang tajam, pandai mengelola keragaman dan mendorong
terus proses pembelajaran karena dinamika perubahan
lingkungan serta persaingan yang semakin ketat.
17.
Gaya Kepemimpinan Situasional
Kepemimpinan situasional adalah “a leadership
contingency theory that focuses on followers readiness/maturity”. Inti dari
teori kepemimpinan situational adalah bahwa gaya kepemimpinan seorang pemimpin
akan berbeda-beda, tergantung dari tingkat kesiapan para pengikutnya.
Pemahaman fundamen dari teori kepemimpinan situasional
adalah tentang tidak adanya gaya kepemimpinan yang terbaik. Kepemimpinan yang
efektif adalah bergantung pada relevansi tugas, dan hampir semua pemimpin yang
sukses selalu mengadaptasi gaya kepemimpinan yang tepat.
Efektivitas kepemimpinan bukan hanya soal pengaruh
terhadap individu dan kelompok tapi bergantung pula terhadap tugas, pekerjaan
atau fungsi yang dibutuhkan secara keseluruhan. Jadi pendekatan
kepemimpinan situasional fokus pada fenomena kepemimpinan di dalam suatu
situasi yang unik.
Dari cara pandang ini, seorang pemimpin agar efektif
ia harus mampu menyesuaikan gayanya terhadap tuntutan situasi yang
berubah-ubah. Teori kepemimpinan situasional bertumpu pada dua konsep
fundamental yaitu:tingkat kesiapan/kematanganindividu atau kelompok sebagai
pengikut dangaya kepemimpinan.
18.
Kepemimpinan (Traits model of ledership)
Kepemimpinan ini pada tahap awal mencoba meneliti
tentangwatak individu yang melekat pada diri para pemimpin, seperti
misalnya:kecerdasan,kejujuran, kematangan, ketegasan, kecakapan berbicara,
kesupelan dalam bergaul, status sosial ekonomi mereka dan lain-lain (Bass 1960,
Stogdill 1974).
Pada umumnya studi-studi kepemimpinan pada tahap awal
mencoba meneliti tentang watak individu yang melekat pada diri para pemimpin,
seperti misalnya: kecerdasan, kejujuran, kematangan, ketegasan, kecakapan
berbicara, kesupelan dalam bergaul, status sosial ekonomi mereka dan lain-lain.
Terdapat enam kategori faktor pribadi yang membedakan antara pemimpin dan
pengikut, yaitu kapasitas, prestasi, tanggung jawab, partisipasi, status dan
situasi. Namun demikian banyak studi yang menunjukkan bahwa faktor-faktor yang
membedakan antara pemimpin dan pengikut dalam satu studi tidak konsisten dan
tidak didukung dengan hasil-hasil studi yang lain. Disamping itu, watak pribadi
bukanlah faktor yang dominant dalam menentukan keberhasilan kinerja manajerial
para pemimpin. Hingga tahun 1950-an, lebih dari 100 studi yang telah dilakukan
untuk mengidentifikasi watak atau sifat personal yang dibutuhkan oleh pemimpin
yang baik, dan dari studi-studi tersebut dinyatakan bahwa hubungan antara
karakteristik watak dengan efektifitas kepemimpinan, walaupun positif, tetapi
tingkat signifikasinya sangat rendah.
19.
Kepemimpinan Militeristik
Tipe pemimpin seperti ini sangat mirip dengan tipe
pemimpin otoriter yang merupakan tipe pemimpin yang bertindak sebagai diktator
terhadap para anggota kelompoknya.
Adapun sifat-sifat dari tipe kepemimpinan militeristik
adalah:
(1) lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando,
keras dan sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang bijaksana,
(2) menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan,
(3) sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara
ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan,
(4) menuntut adanya disiplin yang keras dan kaku dari
bawahannya,
(5) tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan
kritikan-kritikan dari bawahannya,
(6) komunikasi hanya berlangsung searah.
4.
Uraikan tentang teori – teori Kepemimpinan
1. Teori
Great Man
Anda
mungkin pernah mendengar bahwa ada orang-orang tertentu yang memang
"dilahirkan untuk memimpin". Menurut teori ini, seorang pemimpin
besar dilahirkan dengan karakteristik tertentu seperti karisma, keyakinan,
kecerdasan dan keterampilan sosial yang membuatnya terlahir sebagai pemimpin
alami. Teori great man mengasumsikan bahwa kapasitas untuk memimpin adalah
sesuatu yang melekat, pemimpin besar dilahirkan bukan dibuat. Teori ini
menggambarkan seorang pemimpin yang heroik dan ditakdirkan untuk menjadi pemimpin
karena kondisi sudah membutuhkannya.
2. Teori
Sifat
Teori
sifat berasumsi bahwa orang mewarisi sifat dan ciri-ciri tertentu yang membuat
mereka lebih cocok untuk menjadi pemimpin. Teori sifat mengidentifikasi
kepribadian tertentu atau karakteristik perilaku yang sama pada umumnya
pemimpin. Sebagai contoh, ciri-ciri seperti ekstraversi, kepercayaan diri dan
keberanian, semuanya adalah sifat potensial yang bisa dikaitkan dengan pemimpin
besar. Jika ciri-ciri khusus adalah fitur kunci dari kepemimpinan, maka
bagaimana menjelaskan orang-orang yang memiliki kualitas-kualitas tetapi bukan
pemimpin? Pertanyaan ini adalah salah satu kesulitan dalam menggunakan teori
sifat untuk menjelaskan kepemimpinan. Ada banyak orang yang memiliki ciri-ciri
kepribadian yang terkait dengan kepemimpinan namun tidak pernah mencari posisi
kepemimpinan.
Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin
ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin
itu. Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang
berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Dan kemampuan
pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat, perangai
atau ciri-ciri di dalamnya. Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin
menurut Sondang P Siagian (1994:75-76) adalah:
- pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas,
obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa depan;
- sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri
relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif,
kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif;
- kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas,
membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan
berkomunikasi secara efektif.
Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain : terlalu
bersifat deskriptif, tidak selalu ada relevansi antara sifat yang dianggap unggul
dengan efektivitas kepemimpinan) dan dianggap sebagai teori yang sudah kuno,
namun apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung
didalamnya mengenai berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin; justru
sangat diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.
3. Teori
kontingensi
Teori
kontingensi fokus pada variabel yang berkaitan dengan lingkungan yang mungkin
menentukan gaya kepemimpinan tertentu yang paling cocok. Menurut teori ini,
tidak ada gaya kepemimpinan yang terbaik dalam segala situasi. Kesuksesan
tergantung pada sejumlah variabel, termasuk gaya kepemimpinan, kualitas para
pengikut dan aspek situasi.
4. Teori
Situasional
Teori
Situasional mengusulkan bahwa pemimpin memilih tindakan terbaik berdasarkan
variabel situasional. Gaya kepemimpinan yang berbeda mungkin lebih tepat untuk
jenis tertentu dalam pengambilan keputusan tertentu. Misalnya, seorang pemimpin
berada dalam kelompok yang anggotanya berpengetahuan dan berpengalaman, gaya
otoriter mungkin paling tepat. Dalam kasus lain di mana anggota kelompok adalah
ahli yang terampil, gaya demokratis akan lebih efektif.
Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh
ciri kepemimpinan dengan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan
situasi kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi dengan
memperhitungkan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang berpengaruh
terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut Sondang P. Siagian (1994:129)
adalah
* Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas;
* Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan;
* Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan;
* Norma yang dianut kelompok;
* Rentang kendali;
* Ancaman dari luar organisasi;
* Tingkat stress;
* Iklim yang terdapat dalam organisasi.
Efektivitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan
"membaca" situasi yang dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya
agar cocok dengan dan mampu memenuhi tuntutan situasi tersebut. Penyesuaian
gaya kepemimpinan dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan
perilaku tertentu karena tuntutan situasi tertentu. Sehubungan dengan hal
tersebut berkembanglah model-model kepemimpinan berikut:
a. Model
kontinuum Otokratik-Demokratik
Gaya dan perilaku kepemimpinan
tertentu selain berhubungan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, juga
berkaitan dengan fungsi kepemimpinan tertentu yang harus diselenggarakan.
Contoh: dalam hal pengambilan keputusan, pemimpin bergaya otokratik akan
mengambil keputusan sendiri, ciri kepemimpinan yang menonjol ketegasan disertai perilaku yang berorientasi
pada penyelesaian tugas.Sedangkan pemimpin bergaya demokratik akan mengajak
bawahannya untuk berpartisipasi. Ciri kepemimpinan yang menonjol di sini adalah
menjadi pendengar yang baik disertai
perilaku memberikan perhatian pada kepentingan dan kebutuhan
bawahan.
b. Model "
Interaksi Atasan-Bawahan" :
Menurut model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada
interaksi yang terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan sejauhmana interaksi tersebut
mempengaruhi perilaku pemimpin yang bersangkutan.
Seorang akan menjadi pemimpin yang
efektif, apabila:
* Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik;
* Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang
tinggi;
* Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat.
c. Model
Situasional
Model ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung
pada pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu
dan tingkat kematangan jiwa bawahan. Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam
model ini adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya
dan hubungan atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpinan
yang dapat digunakan adalah
* Memberitahukan;
* Menjual;
* Mengajak bawahan berperan serta;
* Melakukan pendelegasian.
d. Model "
Jalan- Tujuan "
Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang mampu
menunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk
mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan
perhatian pemimpin kepada kepentingan dan kebutuhan bawahannya. Perilaku
pemimpin berkaitan dengan hal tersebut
harus merupakan faktor motivasional bagi bawahannya.
e. Model
"Pimpinan-Peran serta Bawahan" :
Perhatian utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan proses
pengambilan keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan struktur
tugas yang harus diselesaikan oleh bawahannya.
Salah satu syarat penting untuk paradigma tersebut adalah adanya
serangkaian ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan dalam menentukan bentuk
dan tingkat peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan. Bentuk dan tingkat
peran serta bawahan tersebut "didiktekan" oleh situasi yang dihadapi
dan masalah yang ingin dipecahkan melalui proses pengambilan keputusan.
5. Teori
Perilaku
Teori
perilaku kepemimpinan didasarkan pada keyakinan bahwa pemimpin besar dibuat
bukan dilahirkan. Teori kepemimpinan ini berfokus pada tindakan para pemimpin
bukan pada kualitas mental. Menurut teori ini, orang dapat belajar untuk
menjadi pemimpin melalui pengajaran dan observasi.
Dasar pemikiran
teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika
melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Dalam
hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku:
a. konsiderasi dan struktur inisiasi
Perilaku seorang
pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri ramah tamah,mau berkonsultasi, mendukung,
membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan kesejahteraan bawahan serta
memperlakukannya setingkat dirinya. Di samping itu terdapat pula kecenderungan
perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas organisasi.
b. berorientasi kepada bawahan dan produksi
perilaku pemimpin yang berorientasi kepada bawahan ditandai oleh penekanan
pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan
kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku
bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki
kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan
dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan.
Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada
dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan
berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat diukur
melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil/tugas dan terhadap
bawahan/hubungan kerja.
Kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari
masalah fungsi dan gaya kepemimpinan (JAF.Stoner, 1978:442-443)
6.
Teori Partisipatif
Teori
kepemimpinan partisipatif menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang ideal adalah
mengambil masukan dari orang lain. Para pemimpin mendorong partisipasi dan
kontribusi dari anggota kelompok dan membantu anggota kelompok merasa lebih
berkomitmen terhadap proses pengambilan keputusan. Dalam teori partisipatif,
bagaimanapun, pemimpin berhak untuk memungkinkan masukan pendapat dari orang
lain.
7. Teori Manajemen
Teori
manajemen juga dikenal sebagai teori transaksional, fokus pada peran pengawasan
kinerja, organisasi dan kelompok. Teori ini berdasarkan pada sistem imbalan dan
hukuman. Teori manajemen sering digunakan dalam bisnis, ketika karyawan
berhasil mereka dihargai, ketika mereka gagal mereka ditegur atau dihukum.
8. Teori Hubungan
Teori
hubungan juga dikenal sebagai teori transformasi, fokus pada hubungan yang
terbentuk antara pemimpin dan pengikut. Pemimpin transformasional memotivasi
dan menginspirasi dengan membantu anggota kelompok melihat penting dan baiknya
suatu tugas. Pemimpin fokus pada kinerja anggota kelompok dan juga ingin setiap
orang untuk memaksimalkan potensinya. Pemimpin dengan gaya ini sering memiliki
standar etika dan moral yang tinggi.