Peranan Bank Indonesia dalam perbankan
-
Peran Bank Indonesia dalam perbankan
Sebagai bank sentral, Bank Indonesia
memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima
peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas
sistem keuangan itu adalah:
Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas
untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam
operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan
moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas
moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi.
Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan
cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh
karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah
menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework.
Kedua, Bank Indonesia memiliki peran
vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya
perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan
melalui mekanisme pengawasan dan regulasi.
Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang
dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat
menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk
mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan
perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui
kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan hukum (law
enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa negara-negara
yang menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang kokoh.
Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan untuk
melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong kepercayaan
terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di sektor perbankan
secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan
rencana implementasi Basel II.
Ketiga, Bank Indonesia memiliki
kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure
to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan
timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem
pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion
risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia
mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem
pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan
sistem pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan
nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan
keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem
pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk
mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.
Keempat, melalui fungsinya dalam riset
dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai
mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential,
Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi
potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem
keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan
indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor
keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi
rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat
untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.
Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi
sebagai jaring pengaman sistim keuangan melalui
fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi
LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam
mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan.
Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun
krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah
likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada
kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan
likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali.
Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR, Bank Indonesia harus
menghindari terjadinya moral hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko
sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam penyediaan
likuiditas tersebut.
-
Sistem Bank
Tunggal
Bank
Tunggal adalah unit bank yaitu sistem perbankan, yaitu suatu bank
hanya dapat melakukan kegiatan operasionalnya berdiri sendiri tanpa
jaringan kantor cabang bank; sistem
ini berlaku di negara -negara bagian di Amerika Serikat yang memiliki Peraturan
tentang Bank Tunggal (Unit Banking Law). Pada masa lalu Bank Indonesia dan
dunia perbankan nasional pernah mengalami suatu perubahan revolusioner, yaitu
sistem perbankan tunggal. Dalam sistem itu semua bank, baik bank sentral maupun
bank komersial dilebur menjadi satu wadah dalam Bank Tunggal. Kebijakan seperti
itu tentu saja tidak lazim dilakukan dalam dunia perbankan di mana pun juga,
tapi perbankan nasional justru pernah mengalaminya. Selain itu salah satu
peristiwa unik yang terjadi dalam periode ini adalah lenyapnya “nama” Bank
Indonesia dari dunia perbankan nasional untuk beberapa saat, karena diubah
menjadi Bank Negara Indonesia (BNI) Unit I. Barangkali peristiwa seperti itu
hanya terjadi sekali saja dan tak pernah terulang lagi di masa yang akan dating.
Proses Pembentukan Bank Tunggal Rencana peleburan bank-bank pemerintah
sebenarnya telah muncul sebelum konsepsi Bank Berjuang dicetuskan dalam
Musyawarah Bank Berjuang Sabang Merauke. Berdasarkan dokumen Risalah Rapat
Direksi Bank Indonesia tanggal 22 April 1964 pimpinan rapat antara lain
memberitahukan rencana sentralisasi bank-bank pemerintah dengan catatan sebagai
berikut :
“Pimpinan memberitahukan, bahwa ada kemungkinan peleburan bank-bank pemerintah ke dalam Bank Indonesia. Perihal peleburan ini, Direksi-Direksi Bank Pemerintah telah menyatakan kesediaannya kepada Y.M. Menteri Urusan Bank Sentral.”
Catatan risalah tersebut juga sesuai dengan arsip surat pernyataan pimpinan bank-bank pemerintah, termasuk Bank Indonesia, kepada MUBS pada 20 April 1964 yang menyatakan hasil musyawarah Bank Indonesia, Bank Negara Indonesia, Bank Umum Negara, Bank Dagang Negara, dan Bank Koperasi Tani dan Nelayan bersedia bergabung menjadi satu bank.
Rencana peleburan bank-bank pemerintah mulai semakin jelas, ketika pada 11 April 1965Presiden Soekarno di hadapan Sidang Umum MPRS III menyatakan bahwa struktur perbankan Indonesia secara bertahap akan diarahkan kepada sistem Bank Tunggal. Dengan sistem tersebut diharapkan kebijakan pemerintah di bidang moneter dan perbankan dapat dijalankan secara efektif, efisien dan terpimpin demi suksesnya pelaksanaan program perjuangan pemerintah.
Sebulan setelah pidato presiden itu, Bank Indonesia mengadakan Konferensi Kerja Berdikari yang diselenggarakan di Jakarta, 4 – 8 Mei 1965, yang dihadiri oleh segenap pemimpin cabang Bank Indonesia seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke, serta kepala-kepala perwakilan di luar negeri. Konferensi tersebut membahas lima pokok persoalan :
1. Pelaksanaan Program Ekonomi Perjuangan berdasarkan Dekon, Tahun Vivere Pericoloso (Tavip) dan tingkat perkembangan Revolusi Indonesia.
2. Pengintegrasian perjuangan bank dengan perjuangan masyarakat.
3. Penjelmaan politik pendidikan dan kepegawaian yang bersifat demokratis, berjiwa Manipol dan bermutu tinggi.
4. Meletakkan dasar-dasar lebih kokoh untuk kesatuan antara pimpinan dan organisasi pekerja.
5. Meletakkan dasar-dasar yang lebih kokoh untuk kesatuan jiwa antara Bank-Bank Negara.
Dalam konferensi kerja yang kedua ini beberapa konsep mengenai Bank Berjuang --yang telah dicetuskan dalam Musyawarah Bank Berjuang Sabang Merauke yang digelar setahun sebelumnya -- kembali dipertegas. Sesuai dengan perkembangan suhu politik luar negeri Indonesia yang semakin mamanas --terutama Konfrontasi terhadap Malaysia -- dihasilkan satu resolusi yang berisi dukungan politik konfrontasi Soekarno terhadap Imperialisme baru. Resolusi yang paling utama adalah resolusi tentang pelaksanaan Dekon/Berdikari, pengintegrasian Bank Berjuang dengan perjuangan masyarakat, politik pendidikan dan kepegawaian, serta dasar-dasar kesatuan antara pimpinan dan organisasi pekerja.
bank tunggal.
“Pimpinan memberitahukan, bahwa ada kemungkinan peleburan bank-bank pemerintah ke dalam Bank Indonesia. Perihal peleburan ini, Direksi-Direksi Bank Pemerintah telah menyatakan kesediaannya kepada Y.M. Menteri Urusan Bank Sentral.”
Catatan risalah tersebut juga sesuai dengan arsip surat pernyataan pimpinan bank-bank pemerintah, termasuk Bank Indonesia, kepada MUBS pada 20 April 1964 yang menyatakan hasil musyawarah Bank Indonesia, Bank Negara Indonesia, Bank Umum Negara, Bank Dagang Negara, dan Bank Koperasi Tani dan Nelayan bersedia bergabung menjadi satu bank.
Rencana peleburan bank-bank pemerintah mulai semakin jelas, ketika pada 11 April 1965Presiden Soekarno di hadapan Sidang Umum MPRS III menyatakan bahwa struktur perbankan Indonesia secara bertahap akan diarahkan kepada sistem Bank Tunggal. Dengan sistem tersebut diharapkan kebijakan pemerintah di bidang moneter dan perbankan dapat dijalankan secara efektif, efisien dan terpimpin demi suksesnya pelaksanaan program perjuangan pemerintah.
Sebulan setelah pidato presiden itu, Bank Indonesia mengadakan Konferensi Kerja Berdikari yang diselenggarakan di Jakarta, 4 – 8 Mei 1965, yang dihadiri oleh segenap pemimpin cabang Bank Indonesia seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke, serta kepala-kepala perwakilan di luar negeri. Konferensi tersebut membahas lima pokok persoalan :
1. Pelaksanaan Program Ekonomi Perjuangan berdasarkan Dekon, Tahun Vivere Pericoloso (Tavip) dan tingkat perkembangan Revolusi Indonesia.
2. Pengintegrasian perjuangan bank dengan perjuangan masyarakat.
3. Penjelmaan politik pendidikan dan kepegawaian yang bersifat demokratis, berjiwa Manipol dan bermutu tinggi.
4. Meletakkan dasar-dasar lebih kokoh untuk kesatuan antara pimpinan dan organisasi pekerja.
5. Meletakkan dasar-dasar yang lebih kokoh untuk kesatuan jiwa antara Bank-Bank Negara.
Dalam konferensi kerja yang kedua ini beberapa konsep mengenai Bank Berjuang --yang telah dicetuskan dalam Musyawarah Bank Berjuang Sabang Merauke yang digelar setahun sebelumnya -- kembali dipertegas. Sesuai dengan perkembangan suhu politik luar negeri Indonesia yang semakin mamanas --terutama Konfrontasi terhadap Malaysia -- dihasilkan satu resolusi yang berisi dukungan politik konfrontasi Soekarno terhadap Imperialisme baru. Resolusi yang paling utama adalah resolusi tentang pelaksanaan Dekon/Berdikari, pengintegrasian Bank Berjuang dengan perjuangan masyarakat, politik pendidikan dan kepegawaian, serta dasar-dasar kesatuan antara pimpinan dan organisasi pekerja.
bank tunggal.
-
Bank
Indonesia sebagai badan hukum
Sebagai Badan Hukum Status Bank Indonesia baik
sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan
dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang
menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari
undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan
wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk
dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.
-
Bank
Indonesia sebagai Bank Central
Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika sebuah undang-undang baru,
yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal
17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik
Indonesia No. 6/ 2009. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan
sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain,
kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.
|
Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga.
Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar
Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter
secara lebih efektif dan efisien.
-
Visi dan
Misi (bagian strukturisasi system perbankan Indonesia)
|